oleh : priyo suwarno (jurnalis senior)
Tito Karnavian |
Pasukan khusus ini dilatih
khusus untuk menangani segala ancaman teror, termasuk teror bom. Beberapa
anggota juga merupakan anggota tim Gegana. Detasemen 88 dirancang sebagai unit
antiterorisme yang memiliki kemampuan mengatasi gangguan teroris mulai dari
ancaman bom hingga penyanderaan.
Densus 88 di pusat (Mabes
Polri) berkekuatan diperkirakan ratusan personel ini terdiri dari ahli
investigasi, ahli bahan peledak (penjinak bom), dan unit pemukul yang di
dalamnya terdapat ahli penembak jitu.
Selain itu masing-masing
kepolisian daerah juga memiliki unit antiteror yang disebut Densus 88,
beranggotakan 45-75 orang, namun dengan fasilitas dan kemampuan yang lebih
terbatas. Fungsi Densus 88 Polda adalah memeriksa laporan aktivitas teror di
daerah.
Melakukan penangkapan kepada
personel atau seseorang atau sekelompok orang yang dipastikan merupakan anggota
jaringan teroris yang dapat membahayakan keutuhan dan keamanan negara RI.
foto ilustrasi (net) |
Bagaimana kondisi perang
melawan teroris di Indonesia? Belum selesai! Kabar paling gers adalah Operasi
Serentak, Densus 88 melakukan penggerebekan di enam wilayah Indonesia sekaligus
menangkap sembila orang terduga teroris. Operasi penindakan serentak yang
dilakukan pada hari ini, Selasa tanggal 24 Oktober 2017 di Sulawesi Selatan, Pekanbaru,
Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada penangkapan yang dilakukan DI Sulsel, Densus
Antikorupsi meringkus Bakri alias Bakri Baroncong alias Aslam alias Pak Nur.
Penangkapan terbanyak
dilakukan Densus 88 di Riau sekitar lima orang yakni Yoyok Handoko alias Abu
Zaid, Wawan alias Abu Afif, Beni Samsu Trisno alias Abu Ibrohim, Handoko alias
Abu Buchori, dan Nanang Kurniawan alias Abu Aisha. Di Jawa Timur ditangkap
Muhammad Khoirudin dan Hasby. Sementara di Jawa Tengah dicokok Hendrasti
Wijanarko alias Koko alias Jarwoko alias Lir Ilir. Sluruhnya ditangkap atas
kasus terorisme yang berbeda-beda di berbagai daerah. Petugas masih melakukan
pendalaman kepada sembilan terduga teroris tersebut.
foto ilustrasi (net) |
Kedua, militer Filipina
pertengah bulan ini menyatakan telah berhasil melumpuhkan gerekan separatis/ pemberontak
Kelompok Maute yang berafiliasi dengan ISIS. Setidaknya tiga tokoh utama
pemimpin serangan ke Marawi sudah terbunuh, masing-masing: Isnilon Hapilon
(pemimpin ISIS di Asia), Omarkhayyam Maute (pemimpin gerakan separatis Maute),
serta mantan dosen University of Malay, Dr Mahmud Achmad.
Setidaknya akan ada dua
gelombang mantan kombatan asal Indonesia yang bakal kembali ke tanah air, yaitu
mantan kombatan dari Timur Tengah dan mantan kombatan dari Marawi. Kaltim pun
sudah melakukan antisipasi, Kapolda Kaltim Irjen (Pol) Saparuddin pun
memerintahkan penjagaan lebih ketat di wilayah perbatasan. Brimoh dikerahkan
untuk menjaga pintu gerbang masuk Kalimantan, di Nunukan, Tarakan dan Berau. Ke
depan, polri sudah menyadari akan ada gelombang balik ke Indonesia.
Amerika Serikat sebagai
negara adikuasa pun sangat disibukan dan menghadapi banyak kendala menangani
aksi teror dan terosime di negaranya. Meski bergelar sebagai negara adikuasa,
akan tetapi sampai saat ini pun negeri itu sering dan berkali-kali menjadi
medan aksi teror.
Penembakan oleh seserorang
atau sekelompok orang sering terjadi, kasus rasialis semakin meningkat akibat
kebijaksanaan Presiden Donald Trum yang memberlakukan pembatasan imigrasi serta
memasukan enam negara Timur Tengah da Afrika sebagai negara teroris.
Amerika Serikat memahami
kondisi itu bagaimana cara mencegah dan menangani aksi teror di dalam negeri.
Selanjutnya terdengar kabar FBI (Federal Beureu Investigatian) penjaga keamanan
dalam negeri Amerika Serikat, berinisiatif mengundang Kepala Kepolisian
Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Tito Karnavian ke Amerika.
Kapolri terbang ke
Amerika, Kamis (26Tito mengatakan
dirinya diundang untuk mengajari badan investigasi utama Amerika Serikat, FBI,
tentang ilmu kontraterorisme. Tito mendapat undangan United Nation (PBB), FBI
serta sebuah lembaga think tank
Amerika Serikat, Brookings Institute.
Tito mengatakan materi
pelajaran kpada para agen FBI seputar tipe atau jenis jaringan-jaringan teroris
secara spesifik. Selain itu, juga mengajarkan langkah-langkah kontraterorisme,
terutama dengan metode pendekatan preventif.
Kapolri menegaskan bahwa
dirinya datang ke sana untuk menimba ilmu, melainkan memberikan briefing kepada
para top pimpinan FBI tentang tipologi karakteristik dari jaringan-jaringan
teroris. Tito menilai upaya preventif, seperti soft approach, lebih
efektif mengatasi terorisme dibanding penindakan kejahatan teroris, seperti
operasi militer.
Hard approach, operasi militer di tempat-tempat tertentu, boleh
saja dilakukan, tapi yang paling jitu menggunakan soft approach. Lewat cara inilah petugas bisa langsung
menyentuh ke hatinya untuk tidak berbuat terorisme.
Dalam acara FBI dan Think
Tank Brooking Institution, Tito juga akan membahas hal yang sama. Kedua acara
itu, menurut dia, berpengaruh terhadap penyelesaian terorisme global pada saat
ini.
Kapolri Tito beserta istri,
Tri Suswati, dan rombongan Bhayangkari berangkat dari Indonesia menuju New
York, Amerika Serikat, Jumat, 27 Oktober 2017. Pilihan menghadirkan Tito
sebagai narasumber untuk pemberantasan teroris sungguh tepat, selain sebagai
Kapolri yang sudah memberikan bukti atas hasil kerjanya memberikan jaminan
keamanan bagi ketertiban umum, selain itu Tito adalah jenderal yang pernah
menjadbat sebagai pucuk pimpinan Densus 88, yang mempunyai segudang
pengalamanan berhadapan dan mengahapi tingkat laku teror dan terosime di
Indonesia.
Selayaknya kita banggsa jika
selama ini selalu muncul pandangan stereotype, dimana Amerika Serikat sebagai
negara adikuasa seolah menjadi ‘induk’ semua kegiatan. Tetapi kali ini, tokoh
Indonesia, pemimpin keamanan dan ketertiban di dalam negeri Indonesia yang
tidak lain adalah Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jenderal (Pol) Tito
Karnavian justu sebaliknya memberikan ilmu kepada pimpinan FBI sebuah lembaga
keamanan dalam negeri Amerika Serikat yang sangat disegani. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar