Ketua PDM Purworejo Tanggapi Wacana 5 Hari Sekolah
![]() |
Ketua PDM Kabupaten Purworejo Drs H Pudjiono |
“Pada prinsipnya kita mengikuti jika itu adalah kebijakan pemerintah. Namun jika melihat kondisi di Purworejo, saya pribadi lebih cenderung pada penerapan enam hari sekolah yang lebih efektif,” ujar Pudjiono saat ditemui, pada Sabtu (12/7/2025). Menurutnya, konteks geografis dan sosial Purworejo berbeda dengan kota- kota besar seperti Jakarta, di mana padatnya aktivitas dan lalu lintas bisa membuat sistem lima hari lebih efisien. Sementara di Purworejo, ia menilai sistem enam hari masih lebih relevan diterapkan. Lebih lanjut, Pudjiono mengungkapkan bahwa efektivitas belajar anak memiliki batas waktu.
“Sebagai guru, saya memahami betul bahwa konsentrasi anak itu maksimal hanya sampai jam 10 atau 11 siang. Setelah itu sudah tidak efektif, apalagi kalau sampai sore,” tegasnya. Untuk itu, ia menyarankan agar jika kegiatan sekolah diperpanjang hingga sore hari, maka pembelajaran tidak lagi difokuskan pada aspek akademik atau pengasahan otak kiri semata. “Seharusnya, setelah Dzuhur itu adalah waktu untuk kegiatan otak kanan, seperti bermain, berkesenian atau kegiatan kreatif lainnya,” ujarnya.
Pudjiono menekankan bahwa anak-anak, terutama di jenjang PAUD hingga kelas 3 SD, berada dalam fase bermain. Ia mengkhawatirkan jika waktu bermain itu tergeser oleh padatnya kurikulum formal. “Jangan sampai anak kehilangan arena bermainnya. Anak-anak butuh ruang untuk senang, tertawa, dan mengekspresikan diri,” katanya.
Ia juga menyoroti pentingnya keseimbangan antara kecerdasan intelektual dan aspek lain seperti spiritual, sosial, dan emosional. “Pendidikan itu harus komprehensif dan holistik. Bukan hanya mengejar nilai akademik, tapi juga menyentuh hati dan membentuk karakter,” tandasnya. Sebagai solusi, Pudjiono mengusulkan agar kegiatan di sore hari diisi dengan aktivitas penyegaran (refreshing) dan pendidikan karakter, termasuk penguatan spiritual melalui pembelajaran agama yang menyenangkan. Bahkan, ia menyarankan agar bagi siswa di jenjang rendah disediakan waktu tidur siang untuk memulihkan energi mereka. “Kalau anak sudah lelah saat pulang sekolah, lalu masih dipaksa ngaji di rumah, itu akan berat. Maka kegiatan spiritual sebaiknya dimaksimalkan di sekolah dengan suasana yang menyenangkan,” tambahnya.
Mengakhiri pernyataannya, Pudjiono berharap kebijakan lima hari sekolah—jika diterapkan—harus dijalankan secara bijak dan tidak sekadar mengganti jam belajar, melainkan memperhatikan kebutuhan psikologis dan perkembangan anak secara menyeluruh. (*/kj)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar