Muchtar Amar |
Persoalan dari segala penjuru negeri terus bermunculan, krisis moralitas dan krisis loyalitas inklusif oknum bukan hanya pada institusi Polri, tapi harus diingatkan pula pada setiap institusi.
Tak soal oknum-oknum institusi itu asalnya sudah kaya, namun yang jadi soal, kekayaan selanjutnya itu diraih dengan cara yang tak wajar menyalahgunakan kewenangan yang merugikan publik?
Jika sudah tidak wajar cara perolehannya itu, bagaimana pula pertanggungjawabannya ke publik secara duniawi dan di akhirat kelak kepada Sang Khalik? Atas fenomena ini, Pemerhati Politik dan Hukum di Tana Paser - Kalimantan Timur, Muchtar Amar SH angkat bicara. Dia menilai fenomena yang terjadi kala ini telah kian parah dan masif.
"Penyebabnya krisis moralitas dan krisis loyalitas inklusif oknum yang menghalalkan beragam cara peroleh harta, tahta dan wanita, semua kalangan latah ingin cepat kaya, hidup enak bergelimang harta melawan takdirnya," ungkapnya kepada wartawan, Jumat (21/10/2022).
Dia menambahkan, "fenomena ini kian parah dan masif secara global, keseimbangan memelihara 'Nature of God', yaitu fitrah kita sebagai manusia semakin terkikis dengan ambisi duniawi, padahal tidak ada krisis selain krisis moralitas,".
Karena sifat manusia bersifat lemah, berkeluh kesah dan tergesa-gesa, sehingga wajar ketika publik menyuarakan keluhannya ke pemerintah yang memerintah. "Suara rakyat kan suara Tuhan, jika yang disuarakan publik itu secara moralitas inklusif patut diperjuangkan, tidak wajar kepala pemerintahan diam saja, respon Jokowi itu harus disikapi Kapolri dengan bijaksana pula bersama jajarannya, demikian pula oleh institusi lainnya," terang Amar.
Lebih lanjut diuraikannya, "jangan sampai publik menyuarakannya kepada Sang Khalik, itu akan sangat berbahaya, kan regulasi pemerintah partisipatif sebagai norma-norma untuk mengatur tatanan ke arah yang lebih baik, nilai-nilai tamak, serakah saja dianggap tidak baik oleh publik karena timpang,".
Partisipatif itu bisa saja berdasar moralitas yang telah tumbuh berkembang di masyarakat yang menilai baik buruk dalam berbuat sesuatu yang percayainya. "Karena manusia sebagai makhluk sosial saling membutuhkan antara satu dan lainnya, maka janganlah loyalitas ekslusif itu dibudayakan, ini akan terus memberi pengaruh buruk buat bangsa dan negara" pinta dia.
Dia tak menampik bahwa harta, tahta dan wanita secara ekslusivitas berdampak buruk bukan hanya terhadap diri kita sendiri, tapi berdampak luas ke masyarakat. "Kalau sekelas pejabat tinggi dengan mudahnya terlibat pembunuhan, narkotika, perjudian, kekerasan seksual dan lain sebagainya, kan tidak menutup kemungkinan bisa terjadi juga di jajaran bawahannya," tegasnya.
"Praktik ini harus terus diperangi, jika tidak negara ini dipertaruhkan keberadaannya, karena menyangkut integritas moral anak cucu kita di masa mendatang. Cukup di era kolonial, dulu kan semua potensi alam melimpah ruah, perbedaan kaya miskin, kuat lemah jangan dieksploitasi, harus bijak di-harmonisasi," tutupnya. (*/kk)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar